Halaman

Friday, February 26, 2016

Fraktur Pada Anjing


Fraktur
Fraktur adalah gangguan kontinuitas tulang dengan atau tanpa perubahan letak fragmen tulang yang mengakibatkan tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya atau keseimbangannya (Kumar, 1997).
Penyebab fraktur bisa karena sebab intrinsik dan sebab ekstrinsik (Kumar, 1997). Sedangkan menurut Mayer et al., (1959) penyebab fraktur bisa disebabkan karena oleh trauma atau rudapaksa yang berasal dari luar tubuh ataupun oleh penyakit. Menurut Boden (2005), fraktur karena penyakit dapat disebabkan oleh osteomalacia, dimana terjadi reduksi densitas tulang dan kekuatannya.
Menurut Archibald (1965), tanda klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit.
Berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan udara luar, fraktur dibedakan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup, apabila ujung tulang yang patah masih tertutup oleh otot dan kulit, tidak ada hubungan dengan udara luar. Fraktur terbuka yaitu apabila ujung tulang yang patah berhubungan dengan udara luar, di sini kulit terbuka sehingga ujung tulang yang patah tampak dari luar. (Kumar, 1997).
Berdasarkan tingkat kerusakan tulang, fraktur dibedakan menjadi fraktur complete dan fraktur incomplete. Fraktur complete adalah fraktur yang ditandai dengan adanya kerusakan pada 2 fragmen dan perubahan letak dari fragmen tersebut. Sedangkan fraktur incomplete adalah fraktur yang biasanya terjadi pada hewan muda dan ditandai dengan hilangnya kontinuitas dan perubahan letaknya minimal, misalnya pada fraktur greenstick dan fraktur fissura (Kumar, 1997).
Sedangkan berdasarkan arah patahan dan lokasi, fraktur dibagi menjadi tujuh yaitu fraktur transversal jika arah patahannya tegak lurus dengan sumbu panjang tulang. Apabila dilakukan reposisi atau reduksi, fragmen tulang tersebut mempunyai kedudukan yang cukup stabil sehingga mempunyai pengaruh yang baik untuk kesembuhan. Kemudian fraktur oblique (miring) adalah fraktur dengan arah patahan miring membentuk sudut melintasi tulang yang bersangkutan, fraktur spiral jika arah patahannya bentuk spiral disertai terpilinnya ekstremitas. Fraktur impaktive adalah fraktur dimana salah satu ujung tulang masuk ke fragmen yang lain. Fraktur comminutive adalah fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. Fraktur epiphyseal adalah fraktur pada titik pertemuan epiphysis pada batang tulang dan fraktur condyloid adalah fraktur dimana bagian condylus yang patah terlepas dari bagian yang lain (Kumar, 1997).

Tanda Klinis
            Hewan yang mengalami patah tulang femur memperlihatkan tanda klinis, pincang, pembengkakan, krepitasi, dan rasa nyeri. Pincang, terjadi karena persembuhan pada patah tulang yang tidak sempurna. Pincang pada hewan liar atau hewan piara yang tidak mendapat perhatian dari pemiliknya, biasanya terjadi karena fraktur ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Krepitasi, adalah suara-suara yang dihasilkan oleh gesekan-gesekan dari segmen-segmen. Krepitasi dapat dipakai untuk menentukan diagnosa suatu fraktur os femur. Pembengkakan, terjadi akibat adanya reaksi tubuh terhadap fraktur. Di daerah terjadinya fraktur terdapat perdarahan dan kerusakan jaringan tubuh. Sehingga terjadi reaksi pertahanan tubuh karena kepingan-kepingan di daerah tesebut dianggap benda asing atau adanya infeksi sekunder oleh kuman- kuman. Rasa nyeri, akan timbul dengan spontan bila bagian yang mengalami fraktur digerakkan, sehingga hewan yang mengalami patah tulang biasanya malas bergerak, karena kalau ia bergerak akan terasa sakit atau nyeri. Rasa nyeri tersebut juga berguna untuk menentukan lokasi fraktur (Fossum, 2002).

Diagnosis
                        Diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, inspeksi, pergerakan, pengukuran, palpasi dan pemeriksaan foto rontgent. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui fraktur, penyebab, kapan terjadinya sehingga dapat membantu diagnosis. Inspeksi dilakukan dengan seksama pada anggota gerak, apakah ada kepincangan, pembengkakan, kekakuan gerak, perubahan warna, kebiruan, pucat dan sebagainya. Pengukuran dilakukan dengan  cara membandingkan bagian kaki yang sehat dengan yang sakit, apakah terlihat simetris. Palpasi dilakukan dengan cara yang hati – hati untuk mengetahui adanya krepitasi, oedema, dan rasa sakit. Diagnosis paling tepat adalah dengan foto rontgent. Pemotretan fraktur harus diambil dari 2 sisi yang saling tegak lurus sehingga diperoleh gambaran kedudukan tulang yang mengalami fraktur secara jelas sehingga akan membantu terapinya (Mayer et al., 1959).
Prognosis
Menurut Fossum (2002) stadium persembuhan terhadap kasus fraktur dibagi menjadi tiga tahapan:
1.      Stadium callus primer
·         Darah memenuhi ruang antar fraktur dan sekitarnya, kemudian darah membeku.
·         Infiltrasi sel endotel dan osteogenik (berasal dari periost).
·         Osteogenik berubah menjadi osteoblast dan chondroblast, lambat laun sel-sel ini akan membentuk jaringan ikat baru yaitu calus sementara atau callus primer.
·         Callus primer keadaannya masih lunak.
·         Proses ini berjalan 4 sampai 5 hari.
2.      Stadium callus sekunder (regenerasi)
·         Stadium ini merupakan lanjutan dari stadium primer.
·         Callus berangsur-angsur mengecil dan konsistensinya mulai mengeras karena infiltrasi sel osteoblast dan chondroblast yang bertambah banyak.
·         Bentuk callus mulai mirip jaringan tulang atau osteoid/ callus sekunder.
·         Proses ini berjalan 3 sampai 6 minggu
3.      Stadium konsolidasi atau ossifikasi
·         Penyebaran unsur kalsium dan fosfor dari darah.
·         Konsistensinya mulai keras.
·         Proses berjalan sekitar 6 minggu sampai 6 bulan
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi percepatan penyembuhan:
·         Umur
Umur memegang peranan dalam proses persembuhan fraktur. Hewan muda relatif lebih cepat sembuh dibandingkan hewan tua. Hal ini disebabkan banyaknya zat-zat perekat pada hewan muda sehingga proses persambungan lebih cepat terjadi.
·         Tipe fraktur
Biasanya tipe oblique atau miring dan tipe spiral lebih cepat sembuh daripada tipe transversal/melintang.
·         Jenis individu
Kecepatan persembuhan suatu fraktur pada berbagai hewan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh metabolisme yang terjadi didalam tubuh masing-masing individu yang berbeda-beda pula.
Gangguan–gangguan terahadap persembuhan
·         Gerakan-gerakan fragmen
Callus akan tumbuh dengan baik kalau tidak ada gerakan. Gerakan-gerakan fragmen akan menimbulkan keadaan dimana callus menjadi licin dan bisa digoyang-goyangkan seolah-olah persendian baru (neoathrosis/pseodoathrosis). Gerakan-grakan fragmen biasanya disebabkan oleh kontraksi otot, hewan bergerak atau berjalan atau secara normal digerakan oleh manusia, misalnya balutan-balutan yang sering dibuka.
·         Callus akan tumbuh dengan baik bila dalam fraktur tidak ada benda asing. Benda asing dapat mengeritir callus. Misalnya pada fraktur multiplek dan complicata. Pada fraktur complicata ada kotoran yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi pada fraktur sehingga mengganggu proses penyembuhan.
·         Gangguan nutrisi
Kurangnya vitamin A dan D akan mengganggu penyerapan kalsium Ca dan P oleh tubuh sehingga callus akan menjadi keras dan lemah terus menerus dan terjadi jaringan ikat lunak saja.
·         Penyakit
Adanya penyakit seperti ricketsia, malnutrisi, osteomyelitis dapat memperlambat persembuhan suatu fraktur.


Treatmen
                        Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi (Fossum, 2002)
1.      Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum; riwayat kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.
2.      Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
·         Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
·         Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang
·         Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips
3.      Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal.
4.      Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang secara sempurna, dengan cara:
·         Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
·         Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
·         Memantau status neorovaskular
·         Mengontrol kecemasan dan nyeri
·         Latihan isometrik dan setting otot
·         Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
·         Kembali ke aktivitas secara bertahap

Cara Mendiagnosis tumor limphosarcoma



Awal diagnosis tumor limphosarcoma dilakukan berdasarkan pada umur, dan gejala klinis, seperti adanya massa pada bagian kulit, volume limfenodus regional. Beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai dasar diagnosis diantaranya, pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urinalisis, dan pemeriksaan sitologi untuk pencegahan primer yaitu mengenal faktor resiko dan bahaya penyebab tumor kemudian menghindarinya, dan pencegahan sekunder adalah melakukan deteksi tumor sedini mungkin kemudian dilakukan terapi pengobatan.

Pengujian histopatologi secara incisional atau prosedur biopsi eksisi adalah metode diagnostik paling aman. Selain memfasilitasi klasifikasi cedera, pengujian histopatologi memungkinkan untuk mengevaluasi: infiltrasi kulit, jaringan dan sekitar pembuluh darah.
Pemeriksaan USG pada abdomen bermanfaat untuk mengevaluasi hati, limpa, kelenjar getah bening bagian internal dan adanya tumor pada usus. Pemeriksaan rontgen dilakukan untuk mengetahui pembesaran kelenjar getah bening, keterlibatan paru dan pembesaran mediastinum. Aspirasi pada sumsum tulang untuk mencari keterlibatan sumsum tulang serta mengkonfirmasi diagnosis

Tanda Klinis tumor lymphosarcoma pada anjing



Tanda klinis kanker didasarkan pada ukuran tumor primer (T), tingkat penyebaran ke kelenjar getah bening regional (N) dan adanya atau tidak adanya metastasis (M). Mengklasifikasikan setiap kasus menurut sistem TNM (Tumor, kelenjar getah bening, metastasis), diajukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) (Owen, 1980), memungkinkan untuk membangun tepatnya prognosis dan rencana pengobatan, serta menunjukkan kepada anatomopathologis tentang bahan yang dikirim untuk analisis dan perbandingan pengamatan klinis dari sumber yang berbeda. Penilaian kanker didasarkan pada kelas diferensiasi sel tumoral dan jumlah mitosis tumor, seharusnya berkorelasi untuk agresivitas neoplasma. Oleh karena itu, kanker diklasifikasikan ke dalam kelas I hingga III, dengan meningkatnya anaplasia.
Klinis yang paling terlihat dari tumor lymphosarcoma pada anjing adalah  muncul benjolan bengkak (kelenjar getah bening) yang dapat dipalpasi dan inspeksi  pada daerah dada dekat kaki depan. Jika telah mengalami metastasis, tumor diindikasikan menjadi tumor ganas. Gejala lain yang muncul hewan mengalami muntah, diare, kaheksia, penurunan berat badan, lesu, sulit bernafas dan mudah haus (Rutley and MacDonald, 2007). Tumor lymphosarcoma yang terjadi pada kulit adalah adanya masa yang terbentuk dapat berupa massa yang soliter atau multiple serta ditandai adanya kemerahan atau terkelupasnya kulit akibat gatal pada daerah tersebut. Tanda yang muncul bervariasi tergantung stadium penyakit dan lokasi anatomi tumor lymphosarcoma ( J.fontaine et al., 2008)