Halaman

Sunday, February 22, 2015

Tahap Kebuntingan Kucing (Aspek Fisiologis dan Hormonal)

Satu periode kebuntingan atau gestasi adalah periode dari mulai terjadinya fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal. Lama kebuntingan berlangsung selama 65 hari atau sekitar 9-10 minggu dimulai dari perkawinan sampai kelahiran. Kelahiran normal terjadi pada hari ke setelah perkawinan 63-69, pada kucing Siam kelahiran terjadi lebih lama yaitu pada hari ke 71. Jumlah anak sekelahiran bervariasi yaitu 1-8 ekor, biasanya 4 ekor (Simpson, dkk., 2004).

Tahapan Kebuntingan (Gestasi) pada Kucing

1.      Perkawinan
kebuntingan kucing diawali dengan perkawinan
Kucing adalah hewan poliestrus musiman yang berarti bahwa kucing dapat mengalami siklus estrus berkali-kali selama musim kawin. Musim kawin kucing tergantung pada faktor iklim dan suhu lingkungan. Kucing pada iklim tropis dapat mengalami siklus sepanjang tahun. Siklus estrus lengkap pada kucing terjadi selama 1-3 minggu (Simpson, dkk., 2004). Berikut siklus reproduksi pada kucing yang dibagi menjadi empat periode :
1.      Fase proestrus adalah fase folikel de Graaf tumbuh di bawah hormon FSH dan menghasilkan tingginya estrogen. Fase ini berlangsung 81-2 hari, mulai muncul gejala estrus.
2.      Fase estrus adalah fase yang ditandai betina menerima pejantan, fase ini merupakan fase folikel de Graaf besar dan matang. Terjadi 4-6 hari. Jika kucing tidak kawin estrus dapat terjadi sampai 8-10 hari, ovulasi pada kucing akan terjadi 27 jam setelah kopulasi.
3.      Fase diestrus adalah periode terlama dari siklus birahi, corpus luteum besar dan progesteron tinggi. Pada fase ini bisa terjadi kebuntingan selama 65 hari maupun pseudopregnan selama kurang lebih 40 hari.
4.      Fase anestrus adalah fase terlama yaitu 3-4 bulan (Parrish, 2004)

Usia pubertas kucing bervariasi rata-rata saat mencapai berat badan 2,3-2,5 kg pada usia berkisar 4-18 bulan.proses perkawinan terjadi saat estrus, yaitu saat kucing menerima pejantan. Ciri-ciri perilaku kucing dalam stadium estrus yaitu kucing menjadi lebih manja, suka menggosok-gosokkan badan pada benda-benda dan pemilik secara manja, berguling-guling di lantai, saat punggung bagian belakang disentuh maka kucing akan menaik-naikkan bagian tersebut, kucing juga menjadi vocal, terkadang disertai sering urinasi atau menyebar urine di beberapa tempat sebagai marking bahwa kucing sedang birahi (Simpson, dkk., 2004).

Proses perkawinan kucing dimulai dengan kucing jantan menaiki betina dan  menggigit bagian tengkuk.  Saat kopulasi kucing betina akan mengeluarkan suara teriakan-teriakan khas, setelah kucing jantan selesai mounting, kucing betina akan memperlihatkan reaksi mengusir pejantan. Proses kawin dapat terjadi berulang selama 30-60 menit (Noakes dan Pearson, 2003).
Kucing adalah hewan yang mengalami ovulasi terinduksi. LH akan dilepaskan dari pituitari anterior ketika vulva kucing betina distimulasi oleh penis pejantan saat terjadi kopulasi. Hanya sekitar 50% kucing akan mengalami ovulasi setelah perkawinan pertama, biasanya pelepasan LH akan terjadi setelah beberapa kali proses kopulasi. Dalam waktu 24 jam kucing dapat kawin beberapa kali, kucing betina juga dapat kawin dengan lebih dari satu pejantan dalam satu periode estrus, sehingga memungkinkan anak kucing yang dilahirkan berasal dari pejantan yang berbeda (Simpson,dkk., 2004).

2.      Fertilisasi

LH memicu folikel yang sudah matang mengalami ovulasi, ovum akan melewati oviduk dibantu oleh fimbria dan cairan ovum. Proses fertilisasi terjadi di bagian ampulla 20-28 jam setelah kawin. Hanya ada satu spermatozoa yang akan masuk ke dalam ovum. Spermatozoa melakukan penetrasi melewati kumulus ooforus dan  korona radiata, dibantu oleh enzim hyaluronidase dan enzim proteolitik yang terdapat dalam  akrosom  sperma. Enzim hyaluronidase berfungsi memecah asam hyaluronat yang terdapat di antara sel granulosa, sehingga jika asam hyaluronat pecah maka sperma dapat penetrasi melewati korona radiata. Sementara enzim proteolitik mencerna selubung protein pada ovum (Guyton, 2007).
mekanisme fertilisasi (bertemunya sel kelamin jantan dan betina)
Setelah melewati korona radiata, spermatozoa harus berikatan dengan zona pelusida, Membran anterior kepala sperma berikatan secara spesifik dengan protein reseptor di zona pelusida, yaitu zona pelusida protein-3 (ZP-3). Dengan ZP-3 ini, ketika sperma berikatan dengan zona pelusida terjadilah reaksi akrosom, seluruh akrosom melarut dan semua enzim akrosom (egg-binding proteins/EBPs, akrosin) dilepaskan, spermatozoa masuk ke dalam matriks zona pelusida dan mencapai ruang previtelina.
Lintasan spermatozoa dari luar ke dalam membentuk suatu daerah abu-abu, ketika plasma membran dari kepala spermatozoa berfusi dengan membran vitelina, isi granula kortikalis meluber keluar mengisi ruang previtelina, sehingga mencegah spermatozoa lain penetrasi melewati membran vitelina. Spermatozoa kemudian penetrasi ke dalam membran vitelina dengan fagositosis dan memasuki sitoplasma ovum. Ekor spermatozoa memisah dari kepala, mitokondria yang ada pada ekor berdegenerasi, dan lainnya larut. Ketika sperma masuk ini, membran vitelina memblokir dan mencegah sperma lain masuk.
Di dalam sitoplasma, dengan masuknya sperma, ovum melanjutkan pembelahan meiosis dan membentuk badan polar kedua (yang akhirnya tertekan keluar ke ruang previtelina), ovum yang sudah mengalami pembelahan ini disebut pronukleus betina. Kepala sperma yang masuk akan membengkak dan disebut pronukleus jantan. Kedua pronukleus ini bersingami, 23 kromosom pada proneuklus jantan dan betina yang tidak berpasangan bergabung dan membentuk 46 kromosom menjadi zigot (Bearden & Fuquay, 2004).
Setelah fertilisasi zigot mengalami proses pembelahan sampai pada proses 16-32 sel (morula) pada hari ke 5-8 setelah fertilisasi. Perkembangan selanjutnya morula menjadi blastosist, zona pelusida menghilang pada hari ke-9, zigot akan bergerak menuju lumen uterus dibantu oleh kontriksi otot isthmus dan uterotubal junction di bawah pengaruh progesteron. Selama proses pergerakan zigot ini, zigot mendapatkan nutrisi dari uterine milk, setelah hari ke 13-17 zigot menempel pada uterus (Bearden dan Fuquay, 2004).



3.      Implantasi
Implantasi adalah poses menempelnya embrio (dalam tahap blastosis) pada endometrium induk. Proses implantasi pada kucing terjadi pada hari ke 12-14 setelah kawin, dan akan selesai selama 16-17 hari (Bowen, 2001). Pada kucing proses implantasi tergolong dalam implantasi invasif yaitu blastosis secara langsung melakukan perlekatan dengan dinding endometrium.  Proses implantasi terjadi saat zigot dalam stadium blastosist, di mana terbentuk lapisan inner mass cell yang berkembang menjadi fetus dan sel tofoblas. Proses ini dimulai ketika zigot dibantu oleh enzim proteinase hasil dari sel trofoblas menempel dengan endometrium dalam posisi antimesometris.  Sel-sel trofoblas ini selanjutnya mengalami proliferasi secara cepat untuk membentuk membran fetus (selaput ekstraembrional). Selaput ekstraembrional terdiri dari empat lapisan yaitu : yolk sac, amnion, chorion dan allantois. Alantois dan chorion berfusi menjadi alantochorion (Simpson, dkk., 2004)
selaput membran fetus dari luar : plasenta nampak berbentuk zonary
 Berdasarkan kedalaman implantasinya, proses implantasi embrio kucing bersifat eksentrik, yaitu embrio menempel pada sebagian endometrium, namun masih ada bagian yang berhubungan dengan lumen (tidak mencapai myometrium). Hal ini berbeda dari proses implantasi manusia yang terletak di dalam endometrium, ataupun pada sapi yang embrionya tidak melakukan penetrasi ke dalam endometrium (Fletcher & Alvin, 2013).



4.      Plasentasi
Plasentasi adalah proses penyatuan antara selaput ekstra embrionik (korioalantois) dengan endometrium induk. Fungsi utama plasenta adalah untuk proses difusi oksigen dan nutrisi dari darah induk ke fetus dan difusi produk ekskresi fetus kembali ke induk.
Plasenta kucing tergolong dalam tipe zonary seperti pada anjing. Plasenta zonary memiliki bentuk seperti sabuk yang mengelilingi fetus. Plasenta berkembang dari membran alantois yang tervaskularisasi dan tumbuh mengelilingi chorion bagian tengah. Kantong fetus yang sudah mengalami proses plasentasi berbentuk oval dengan lapisan terluar yaitu chorioalantois dan plasneta, sedangkan bagian dalam yaitu amnion (Bearden & Fuquay, 2004).
plasenta dan fetus kucing
Plasenta dihubungkan ke fetus dengan pembuluh darah di bagian umbilicus. Korda umblilicus terdiri dari dua pasang pembuluh darah, yaitu dua arteri dan dua vena, ditambah terdapat ductus alantois. Saluran ini menghubungkan umbilicus fetus dengan bagian pinggir dari plasenta zonary.
Sedangkan menurut jenis perlekatannya dengan darah induk, plasenta kucing tergolong dalam tipe endothelio-chorialis. Sel-sel trofoblast (yang menjadi sel chorion) menempel secara langsung pada sel-sel endotel dari endometrium.
Jenis perlekatan plasenta pada beberapa spesies (Bearden & Fuquay, 2004)
Noakes dan perason (2003) menyebutkan bahwa plasenta kucing bisa dikatakan tipe setengah haemochorialis karena pada bagian utama dari plasenta zonary diapit oleh marginal hematomata yang biasa disebut dengan ‘brown border’, di mana di tempat tersebut terjadi akumulasi darah induk di antara epitel uterus dan chorion secara langsung.
Marginal Hematomata pada plasenta zonary (Fletcher, 2013)

5.      Perkembangan Embrio
Perkembangan embrio atau embriogenesis terdiri dari pembentukan struktur tubuh dan organ (organogenesis). Proses perkembangan embrio kucing terdiri dari :
-          Stadium zigot : berukuran diameter 0,13 mm, 24-30 jam setelah kopulasi, masih berada di oviduk, terjadi setelah proses fertilisasi antara pronukleus jantan dan pronukleus betina.
-          Stadium pembelahan (cleavage) : zigot membelah secara mitosis, dari 2-8 sel, 8-16 sel (morula) pada 76-100 jam.
-          Stadium blastosis : 148 jam post kopulasi, sel bagian luar menajdi trofoblas yang akan berubah menjadi selaput ekstraembrional, sedangkan sel mass bagian dalam menjadi tubuh embrio.
-          Stadium gastrula : gastrulasi adalah proses diferensiasi sel dimana terdapat tiga lapisan sel germinal yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Terjaid pada hari ke 8,5-12. Endoderm adalah asal dari sistem pencernaan, hepar, pulmo, dan organ internal lainnya. Mesoderm asal dari sistem skeletal, otot, sistem sirkulasi, dan reproduksi. Ektoderm atau lapisan terluar asal dari sistem saraf, organ sensorik, rambut, kulit, kelenjar mamae.
-          Stadium neurula : neurulasi adalah proses pembentukan neural plate, neural crest dan neural tube sebagai calon sistem saraf.
-          Implantasi : terjadi pada hari ke 13-14 post koitus, di mana trofoblas menempel pada dinding uterus, ukuran embrio sudah sebesar 2x3 mm.
-          Stadium Embrio Post implantasi :
o   14-15 hari : somit berjumlah 6-8, terbentuk lipatan kepala dan ekor, ukuran 6x5,5 mm
o   15-17 hari : neural tube tertutup, 15-18 pasang somit
o   16-18 hari : 25-30 pasang somit, ukuran 7x15 mm.
o   18-19 hari : muncul kuncup kaki depan dan belakang.
o   19-21 hari : ukuran 10-24 mm, terbentuk vertebrae, mulai proses organogenesis
o   21-28 hari : ukuran 21-40 mm, organ mulai berdifirensiasi
-          Stadium Fetus :
o   28-38 hari : ukuran 25-50 mm, kaki terpisah, lidah terlihat, muncul folikel rambur, terbentuk kuku, dan diferensiasi kelamin.
o   38-44 hari : pertumbuhan seluruh bagian tubuh, kulit menebal, berkerut, ukuran 45-70 mm, berat 14 gram.
o   44-48 hari : ukuran fetus 81-100 mm, berat 22-35 gram.
o   48- lahir : pigmentasi, osifikasi tulang, pembentukan rambut, persiapan adaptasi ke lingkungan luar (Knospe, 2002)


6.      Hormon pada Kebuntingan Kucing
Pada kondisi bunting progesteron meningkat 24 -50 jam setelah kenaikan LH, jumlah progesteron rata-rata selama kebuntingan yaitu 15-30 nmol/l. Progesteron ini dihasilkan oleh coprus luteum, plasenta juga memproduksi progesteron namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Selama terjadi kebuntingan, fetus atau plasenta menghasilkan semacam faktor yang memberi sinyal kepada korpus luteum untuk tidak mengalami regresi. Pada sapi faktor ini disebut dengan protein interferon-t (Bearden, 2004), pada domba dan babi disebut dengan Early Pregnancy Factor (EPF) (Noakes dan Pearson, 2003). Namun pada kucing masih belum diketahui faktor luteotropik yang spesifik.
Kadar progesteron selama bunting dan pseudopregnant (Simpson, dkk, 2004)
Selain faktor tersebut, corpus luteum kebuntingan kucing juga dipertahankan oleh beberapa hormon seperti prolaktin dan relaksin (Noakes dan Pearson, 2003). Khusus pada carnivora relaksin disekresikan oleh plasenta mulai dari hari ke 20-30 post kopulasi sebagai faktor luteotropik spesifik, yang bekerja mempertahankan corpus luteum secara langsung , atau secara tidak langsung menstimulasi pelepasan prolaktin dari piuitari, atau bisa menstimulasi faktor luteotropik yang lain. Sekresi prolaktin sekitar 25-35 hari post kopulasi dan mencapai puncaknya sebelum parturisi (Simpson, dkk., 2004; Noakes dan Pearson, 2003 ). Hormon Relaksin diproduksi oleh plasenta mulai dari usia kebuntingan 20 hari pada kucing, hormon relaksin ini yang tidak ditemui pada kondisi pseudopregnant (Bowen, 2001)



7.      Pseudopregnancy
Pseudopregnancy terjadi pada perkawinan steril yang menginduksi ovulasi. Konsentrasi progesteron akan menyerupai kondisi bunting pada 3 minggu pertama, setelah itu kadar progesteron menurun sampai level terendah pada usia 7 minggu. Pada keadaan ini terjadi hiperemi putting gld.mamae, nafsu makan meningkat, ukuran abdomen meningkat karena lemak. Setelah melewati usia 7  minggu plasma progesteron akan menurun dan kucing mengalami estrus kembali. Kembalinya kadar progesteron setelah 7 minggu ini dikarenakan corpus luteum mengalami atrofi akibat tidak adanya efek luteotropik yang biasanya dihasilkan oleh embrio atau plasenta (Noakes dan Pearson, 2003).


Pertanda Kucing Bunting


Kucing yang hamil  dapat mengalami perubahan fisik dan tingkah laku.
PERUBAHAN FISIK
Bagian perut mulai membesar
Perut Kucing yang hamil mulai terlihat membesar pada umur kehamilan 5 minggu. Bagian perut ini akan terus membesar hingga mendekati saat melahirkan.
Puting susu memerah dan membesar (pink)
Salah satu tanda yang cukup signifikan adalah berubahnya puting susu. Pada kucing hamil, puting susu sedikit membengkak dan warnanya berubah kemerahan (pink)
Keluar susu
Air susu mulai diproduksi dan bisa dikeluarkan sekitar 3-2 minggu akhir masa kehamilan. Jadi bila puting susu dipencet dengan lembut dan terlihat ada cairan susu, kelahiran akan terjadi sekitar 2-3 minggu lagi.
Bulu sekitar puting susu menipis
PERUBAHAN TINGKAH LAKU

Muntah-muntah
Pada beberapa kejadian (jarang) kucing hamil juga muntah-muntah, seperti manusia pada awal kehamilan. Segera hubungi dan konsultasikan hal ini dengan dokter hewan
Berhentinya siklus birahi secara tiba-tiba
Siklus birahi (siklus estrus) kucing tergantung berbagai hal, salah satunya adalah musim. Di Indonesia yang merupakan negara tropis, siklus estrus kucing tidak banyak  dipengaruhi oleh musim. Rata-rata panjang satu siklus estrus kucing sekitar 1-1.2 bulan. Waktu birahi (estrus) berlangsung sekitar 7 hari. Bila setelah dikawinkan, birahi kucing berhenti secara tiba-tiba dan tidak minta kawin lagi, kemungkinan besar kehamilan terjadi.
Peningkatan nafsu makan
Kucing yang hamil memperlihatkan peningkatan nafsu makan. Tentunya  peningkatan nafsu makan ini bertujuan memberikan nutrisi yang cukup bagi perkembangan ibu dan janinnya.
Lebih lembut & mencari perhatian
Sebagian kucing yang hamil mengalami perubahan tingkah laku seperti lebih tenang dan lembut. Selain itu mereka juga berusaha mencari perhatian lebih terhadap pemiliknya. Pada akhir masa kehamilan terlihat beberapa tingkah laku seperti gelisah dan lebih suka berada di tempat hangat dan tertutup
MEMASTIKAN KEHAMILAN KUCING
Dokter hewan dapat membantu memastikan kehamilan kucing. Orang yang berpengalaman dapat memastikan kehamilan dengan palpasi (perabaan) pada umur kehamilah 3-4 minggu.
Alat alat seperti USG (ultrasonografi) dan Rontgen (X ray) dapat dipergunakan untuk memastikan kehamilan. Alat lain seperti doppler dapat digunakan untuk memastikan kehamilan setelah kandungan berumur minimal  3 minggu. Detak jantung janin kucing baru bisa dideteksi setelah berumur 3 minggu



DAFTAR PUSTAKA

Agralina, Rizti, 2001. Hasil Pemeriksaan Ulas Vagina Pada Kucing Betina Lokal. Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Bearden, H Joe, John W Fuquay, & Scott T. Willard. 2004. Applied Animal Reproduction. Upper Saddle River : New Jersey
Bowen, R. 2001.Placentation in Dogs and Cats. http://www.vivo.colostate.edu/ hbooks/pathphys/reprod/placenta/index.html.
Fletcher, T.F. dan Alvin F.W. 2013. Veterinary Develompental Anatomy. CVM 6903. vanat.cvm.umn.edu/vanatpdf/EmbryoLectNotes.pdf.
Knospe, C. 2002. Periods and Stages of The Prenatal Development of the Domestic Cat. Anat. Histol. Embryol. 31, 37-51.
Parrish, J.J. 2004. Reproduction in The Canine and Feline. Lecture Animal Sciences 434. www.ansci.wisc.edu/jjp1/ansci_repro/lec/lec...dog_cat/lec25_12.ppt‎.
Noakes dan Pearson. 2004. BSAVA Manual of Small Animal Reproduction and Neonatology.
Suwed dan Budiana, 2006. Membiakkan Kucing Ras. Jakarta : Penebar Swadaya.

Anestrus Pada Sapi Betina Karena Penyebab Non Infeksius


a.      Genetis
1)      Hipoplasia Ovaria
 Merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut.  (kadang seperti kacang polong). Pada sapi betina hipoplasia yang parsialis, pertumbuhan alat kelaminnya adalah normal. Sedangkan hewan betina yang menderita hipoplasia berat yang bilateral, pertumbuhan saluran alat kelamin menjadi tidak sempurna dan tetap kecil, birahinya tidak muncul dan tidak ada pertumbuhan sifat-sifat kelamin sekunder. Ini disebabkan pertumbuhan saluran alat kelamin ada dibawah pengaruh hormone steroid yang dihasilkan oleh ovarium. Pada sapi betina yang menderita hipoplasia ovariuym yang berat dan bilateral, akan berupa seekor sapi jantan kebiri, kakinya panjang, pelvisnya sempit, ambingnya tidak tumbuh dan putingnya kecil, uterusnya kecil dan keras. Alat kelamin luarnya juga kecil karena tidak berkembang (Arthur et al., 1982).
2)      Agenenesis Ovaria
Agenesis ovaria merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur). Prognosa : infausta.
3)      Freemartin
Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan organ dari embrio di dalam kandungan pada usia 12-45 hari kebuntingan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Pada umumnya, kromosom X membawa gen untuk betina dan jantan, namun ketiadaan kromosom Y pada betina menyebabkan perkembangan organ jantan tertekan, sementara pada penderita sindrom freemartin, kromosom yang dimiliki adalah XXY sehingga inhibisi untuk perkembangan organ betina hilang.
Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis). Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar di sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Klitoris berkembang lebih besar, vagina kecil dan ujungnya buntu. Servik tidak normal, uterus kecil dan tuba falopii tidak teraba. Dignosa pada freemartin adalah dengan alat berupa kateter yang dimasukkan ke dalam vagina, jika betina normal, kateter dapat masuk sampai 12-15 cm, sementara pada penderita freemartin kateter hanya dapat masuk sampai 5-6 cm (Bearden, et all, 2004).
4)      Aplasia segmentalis ductus mulleri (white heifer disease)
Kelainan ini terjadi pada uterus, sebagai akibat dari tidak sempurnanya persatuan kedua saluran muller pada periode embrional, akibatnya terjjadi kelainan pada bentuk uterus. Kelainan ini disebabkan oleh gen yang resesif yang semula diduga bertautan dengan warna putih (sex linkage). Kelainan pada saluran uterus ini sering disebut white heifer disease karena banyak dijumpai pada sapi dara yang bewarna putih dari bangsa shorhorn. Akan tetapi ternyata kelainan genetic pada uterus ini dijumpai juga pada sapi-sapi yang berwarna bukan putih seperti sapi Holstein, jersey, Guernsey, dan lain-lain.
Menurut derajatnya, aplasia segmentalis duktus mulleri ini dibagi menjadi tiga bentuk yaitu :
a)      Bentuk pertama, bentuk yang paling berat yang didapatkan adanya konstriksi atau penyempitan koruna uteri, korpus uteri, serviks, dan vagina bagian anterior. Koruna uteri berbetuk seperti pita tidak berongga, dapat juga koruna uteri membentuk kisata yang berisi lendir berwarna kuning atau coklat kemerahan. Besarnya kista bias berdiameter 2-10 cm dengan dinding yang tipis saja. Adanya pengecilan koruna uteri seperti piota dan rangkaian kista-kista duktus mulleri. Vagina dapat menjadi pendek atau bagian posterior dari vagina menjadi besar, sebab ada lendir yang tertimbun disebabkan karena selaput dara (hymen) yang buntu.
b)      Bentuk kedua dari kelainan ini berupa uterus unikornus. Jadi pada bentuk ini, salah satu koruna uteri mempunyai ukuran yang normal, sedangkan koruna uteri yang lain bentuknya kecil seperti pita tidak berongga. Kebanyakkan koruna uteri kanan yang menderita penyempitan atau bahkan kadang-kadang tidak ada sama sekali.
c)      Bentuk ketiga adalah adanya sela[ut dara (hymen) yang menebal dan menetap (persisten), sedangkan saluran alat kelamin lainnya dalam keadaan normal. Oleh karena ovarium dalam keadaan normal, maka sapi yang menderita kelainan ini dapat birahi secara normal. Hanya pada waktu kawin atau inseminasi buatan atau pada waktu melahirkan, induk memperoleh kesulitan karena selaput daranya menebal dan menutupi jalan keluar vagina (Hardjopranjoto, S.1995).
5)      Uterus Didelpis
Suatu kelainan dari saluran alat kelamin betina dimana korpus uterinya tidak ada, menyebabkan koruna uteri berhubungan langsung dengan serviks yang mempunyai saluran ganda. Penyebab kelainan ini adalah juga karena adanya kegagalan dari kedua saluran muller untuk bersatu secara normal pada masa embrional. Kelainan ini dalah sama dengan kelaina serviks, yaitu adanya dua saluran pada batang serviks yang bermuara pada vagina. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan melalui rectal yang tidak dijumpai adanya koruna uteri. Kasusnya pada ternak sangat jarang (Hardjopranjoto, S.1995).
6)      Saluran serviks ganda (Double Serviks)
Penyebab dari keadaan ini, adalah tidak berjalannya secara normal, persatuan kedua saluran muller pada periode embrional, sehingga ada pita yang membagi korpus uteri dan saluran serviks menjadi dua bagian terpisah. Diagnosa dengan pemeriksaan memakai vaginoskop, akan terlihat seolah-olah ada dua lobang pada saluran serviks, karena ada selaput yang membagi saluran serviks berupa tenuna seperti pita. Pada keadaan yang berat terjadi dinding pemisah tebal. Seperti pita tersebut membentang sepanjang serviks sampai pangkal koruna uteri, sehingga kedua saluran serviks masing-masing berhubungan dengan koruna uterinya sendiri-sendiri sehingga terbentuklah uterus didelpis (Arthur et al., 1982).
7)      Atresia Vulva
Suatu keadaan pada vulva yang terjadi pertumbuhan tidak sempurna dalam bentuk adanya perlekatan kedua bibir (labia) vulva dibagian ventralnya. Kadang-kadang kelainan ini bersamaan dengan atresia ani. Kasusnya jarang pada ternak, tetapi kelainan ini bersiofat menurun. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis khususnya pemeriksaan pada alat kelamin luarnya, yaitu adanya kelainan pada bagian ventral dari vulva. Penanggulangan dapat dilakukan dengan operasi melalui pelepasan bagian yang mengalami perlekatan. Bila dijumpai pada ternak betina, sebaiknya tidak dikawinkan dan dikeluarkan dari peternakan.
b.      Hormonal
1)      Sista Ovarium
Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu atau lebih struktur berisi cairan dan lebih besar dibanding dengan folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalah gangguan ovulasi dan endokrin. Ada 3 macam bentuk sista ovarium, yaitu sista folikuler, sista luteal dan sista korpora luteal.
-          Sista Folikuler (thin walled cyst)
Terjadi karena rendahnya hormon LH, akibatnya terjadi kegagalan ovulasi dan luteinasi pada folukel yang matang. Pada pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm, permukaan halus, dinding tipis, jika ditekan terdapat fluktuasi. Penanganan : enukleasi dan pemberian hormon LH/hCG. Ciri spesifik yaitu terjadi nimfomania (selama 3-10 hari), jika berlanjut terus menerus maka sapi akan memiliki pangkal ekor yang meninggi karena relaksasi ligamentum pelvis yang berlebihan, dan juga dapat terbentuk leher maskulin. Ciri spesifik lain yaitu : tonus vulva, vagina, servik, dan uterus berkurang ; prolapsus vagina secara pasif ; relaksasi ligamentum sacroiliaca dan ligamentum pelvis (menyebabkan penampilan “sterility hump” pada pangkal ekor) ; perubahan metabolisme ; perubahan produksi susu ; rambut kasar ; nervous ; emaciasi.
-          Sista Luteal
Sementara sista luteal adalah folikel matang yang gagal mengalami ovulasi namun mengalami luteinasi oleh tingginya hormon LTH. Karena berbeda tingkatan luteinasi, sista luteal teraba lebih kenyal/tidak sepadat corpus luteum. Gejala yang ditimbulkan adalah terjadi anestrus. Pada pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm, permukaan halus, dinding tebal, jika ditekan kenyal., bersifat non ovulatorik Penanganan pemberian PGF2α
-          Sista Korpora Luteal
Sista korpora luteal adalah korpus luteum yang di dalamnya terbentuk rongga dan berisi cairan. Sista corpora luteal tidak dapat mempertahankan kebuntingan, akibatnya, setelah sapi dikawinkan, dan terjadi fertilisasi, terjadi kematian embrio dini karena progesteron yang dihasilkan CL yang menjadi sista tidak mencukupi. Gejala yang muncul yaitu kawin berulang (repeat breeding). Pada pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm, permukaan halus, dinding tipis, jika ditekan terasa kenyal. Penanganan : pemberian PGF2α (jika sapi bunting) atau CIDR/PRID (jika tidak bunting) (Coleman, 2005).
2)      Silent Heat
Silent heat merupakan ovulasi yang tidak diikuti dengan timbulnya gejala estrus. Tatapi, biasanya estrus pertama post partum secara normal terjadi tanpa perilaku estrus, hal ini karena tidak ada reseptor estrogen akibat dari rendahnya progesteron post partum (progesteron dibutuhkan sebagai penginduksi reseptor estrogen, jika resepetor estrogen tidak ada maka estrus terjadi secara diam (Eilts, 2007).
3)      Delayed Ovulation
Jika ovulasi terjadi lebih dari 18 jam setelah akhir estrus. Diagnosa dengan palpasi dan dapat diterapi dengan GnRH. 
Daftar Pustaka :
Bearden, H Joe, John W Fuquay, & Scott T. Willard. 2004. Applied Animal Reproduction. Upper Saddle River : New Jersey

Eilts, 2007. Bovine Anestrus, http://www.vetmed.lsu.edu/eiltslotus/theriogenology-5361/bovine_anestrus.htm.
Coleman, TT. Cystic Ovarian Disease. http://www.wvu.edu/~exten/infores/pubs/livepoul/dirm25.pdf.
Kunta, 2007. INFERTILITAS KARENA FAKTOR GENETIK PADA SAPI. http://kunta-adnan.blogspot.com/2007/04/infertilitas-karena-faktor-genetik-pada.html.