Halaman

Sunday, February 22, 2015

Anestrus Pada Sapi Betina Karena Penyebab Non Infeksius


a.      Genetis
1)      Hipoplasia Ovaria
 Merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut.  (kadang seperti kacang polong). Pada sapi betina hipoplasia yang parsialis, pertumbuhan alat kelaminnya adalah normal. Sedangkan hewan betina yang menderita hipoplasia berat yang bilateral, pertumbuhan saluran alat kelamin menjadi tidak sempurna dan tetap kecil, birahinya tidak muncul dan tidak ada pertumbuhan sifat-sifat kelamin sekunder. Ini disebabkan pertumbuhan saluran alat kelamin ada dibawah pengaruh hormone steroid yang dihasilkan oleh ovarium. Pada sapi betina yang menderita hipoplasia ovariuym yang berat dan bilateral, akan berupa seekor sapi jantan kebiri, kakinya panjang, pelvisnya sempit, ambingnya tidak tumbuh dan putingnya kecil, uterusnya kecil dan keras. Alat kelamin luarnya juga kecil karena tidak berkembang (Arthur et al., 1982).
2)      Agenenesis Ovaria
Agenesis ovaria merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur). Prognosa : infausta.
3)      Freemartin
Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan organ dari embrio di dalam kandungan pada usia 12-45 hari kebuntingan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Pada umumnya, kromosom X membawa gen untuk betina dan jantan, namun ketiadaan kromosom Y pada betina menyebabkan perkembangan organ jantan tertekan, sementara pada penderita sindrom freemartin, kromosom yang dimiliki adalah XXY sehingga inhibisi untuk perkembangan organ betina hilang.
Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis). Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar di sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Klitoris berkembang lebih besar, vagina kecil dan ujungnya buntu. Servik tidak normal, uterus kecil dan tuba falopii tidak teraba. Dignosa pada freemartin adalah dengan alat berupa kateter yang dimasukkan ke dalam vagina, jika betina normal, kateter dapat masuk sampai 12-15 cm, sementara pada penderita freemartin kateter hanya dapat masuk sampai 5-6 cm (Bearden, et all, 2004).
4)      Aplasia segmentalis ductus mulleri (white heifer disease)
Kelainan ini terjadi pada uterus, sebagai akibat dari tidak sempurnanya persatuan kedua saluran muller pada periode embrional, akibatnya terjjadi kelainan pada bentuk uterus. Kelainan ini disebabkan oleh gen yang resesif yang semula diduga bertautan dengan warna putih (sex linkage). Kelainan pada saluran uterus ini sering disebut white heifer disease karena banyak dijumpai pada sapi dara yang bewarna putih dari bangsa shorhorn. Akan tetapi ternyata kelainan genetic pada uterus ini dijumpai juga pada sapi-sapi yang berwarna bukan putih seperti sapi Holstein, jersey, Guernsey, dan lain-lain.
Menurut derajatnya, aplasia segmentalis duktus mulleri ini dibagi menjadi tiga bentuk yaitu :
a)      Bentuk pertama, bentuk yang paling berat yang didapatkan adanya konstriksi atau penyempitan koruna uteri, korpus uteri, serviks, dan vagina bagian anterior. Koruna uteri berbetuk seperti pita tidak berongga, dapat juga koruna uteri membentuk kisata yang berisi lendir berwarna kuning atau coklat kemerahan. Besarnya kista bias berdiameter 2-10 cm dengan dinding yang tipis saja. Adanya pengecilan koruna uteri seperti piota dan rangkaian kista-kista duktus mulleri. Vagina dapat menjadi pendek atau bagian posterior dari vagina menjadi besar, sebab ada lendir yang tertimbun disebabkan karena selaput dara (hymen) yang buntu.
b)      Bentuk kedua dari kelainan ini berupa uterus unikornus. Jadi pada bentuk ini, salah satu koruna uteri mempunyai ukuran yang normal, sedangkan koruna uteri yang lain bentuknya kecil seperti pita tidak berongga. Kebanyakkan koruna uteri kanan yang menderita penyempitan atau bahkan kadang-kadang tidak ada sama sekali.
c)      Bentuk ketiga adalah adanya sela[ut dara (hymen) yang menebal dan menetap (persisten), sedangkan saluran alat kelamin lainnya dalam keadaan normal. Oleh karena ovarium dalam keadaan normal, maka sapi yang menderita kelainan ini dapat birahi secara normal. Hanya pada waktu kawin atau inseminasi buatan atau pada waktu melahirkan, induk memperoleh kesulitan karena selaput daranya menebal dan menutupi jalan keluar vagina (Hardjopranjoto, S.1995).
5)      Uterus Didelpis
Suatu kelainan dari saluran alat kelamin betina dimana korpus uterinya tidak ada, menyebabkan koruna uteri berhubungan langsung dengan serviks yang mempunyai saluran ganda. Penyebab kelainan ini adalah juga karena adanya kegagalan dari kedua saluran muller untuk bersatu secara normal pada masa embrional. Kelainan ini dalah sama dengan kelaina serviks, yaitu adanya dua saluran pada batang serviks yang bermuara pada vagina. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan melalui rectal yang tidak dijumpai adanya koruna uteri. Kasusnya pada ternak sangat jarang (Hardjopranjoto, S.1995).
6)      Saluran serviks ganda (Double Serviks)
Penyebab dari keadaan ini, adalah tidak berjalannya secara normal, persatuan kedua saluran muller pada periode embrional, sehingga ada pita yang membagi korpus uteri dan saluran serviks menjadi dua bagian terpisah. Diagnosa dengan pemeriksaan memakai vaginoskop, akan terlihat seolah-olah ada dua lobang pada saluran serviks, karena ada selaput yang membagi saluran serviks berupa tenuna seperti pita. Pada keadaan yang berat terjadi dinding pemisah tebal. Seperti pita tersebut membentang sepanjang serviks sampai pangkal koruna uteri, sehingga kedua saluran serviks masing-masing berhubungan dengan koruna uterinya sendiri-sendiri sehingga terbentuklah uterus didelpis (Arthur et al., 1982).
7)      Atresia Vulva
Suatu keadaan pada vulva yang terjadi pertumbuhan tidak sempurna dalam bentuk adanya perlekatan kedua bibir (labia) vulva dibagian ventralnya. Kadang-kadang kelainan ini bersamaan dengan atresia ani. Kasusnya jarang pada ternak, tetapi kelainan ini bersiofat menurun. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis khususnya pemeriksaan pada alat kelamin luarnya, yaitu adanya kelainan pada bagian ventral dari vulva. Penanggulangan dapat dilakukan dengan operasi melalui pelepasan bagian yang mengalami perlekatan. Bila dijumpai pada ternak betina, sebaiknya tidak dikawinkan dan dikeluarkan dari peternakan.
b.      Hormonal
1)      Sista Ovarium
Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu atau lebih struktur berisi cairan dan lebih besar dibanding dengan folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalah gangguan ovulasi dan endokrin. Ada 3 macam bentuk sista ovarium, yaitu sista folikuler, sista luteal dan sista korpora luteal.
-          Sista Folikuler (thin walled cyst)
Terjadi karena rendahnya hormon LH, akibatnya terjadi kegagalan ovulasi dan luteinasi pada folukel yang matang. Pada pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm, permukaan halus, dinding tipis, jika ditekan terdapat fluktuasi. Penanganan : enukleasi dan pemberian hormon LH/hCG. Ciri spesifik yaitu terjadi nimfomania (selama 3-10 hari), jika berlanjut terus menerus maka sapi akan memiliki pangkal ekor yang meninggi karena relaksasi ligamentum pelvis yang berlebihan, dan juga dapat terbentuk leher maskulin. Ciri spesifik lain yaitu : tonus vulva, vagina, servik, dan uterus berkurang ; prolapsus vagina secara pasif ; relaksasi ligamentum sacroiliaca dan ligamentum pelvis (menyebabkan penampilan “sterility hump” pada pangkal ekor) ; perubahan metabolisme ; perubahan produksi susu ; rambut kasar ; nervous ; emaciasi.
-          Sista Luteal
Sementara sista luteal adalah folikel matang yang gagal mengalami ovulasi namun mengalami luteinasi oleh tingginya hormon LTH. Karena berbeda tingkatan luteinasi, sista luteal teraba lebih kenyal/tidak sepadat corpus luteum. Gejala yang ditimbulkan adalah terjadi anestrus. Pada pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm, permukaan halus, dinding tebal, jika ditekan kenyal., bersifat non ovulatorik Penanganan pemberian PGF2α
-          Sista Korpora Luteal
Sista korpora luteal adalah korpus luteum yang di dalamnya terbentuk rongga dan berisi cairan. Sista corpora luteal tidak dapat mempertahankan kebuntingan, akibatnya, setelah sapi dikawinkan, dan terjadi fertilisasi, terjadi kematian embrio dini karena progesteron yang dihasilkan CL yang menjadi sista tidak mencukupi. Gejala yang muncul yaitu kawin berulang (repeat breeding). Pada pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm, permukaan halus, dinding tipis, jika ditekan terasa kenyal. Penanganan : pemberian PGF2α (jika sapi bunting) atau CIDR/PRID (jika tidak bunting) (Coleman, 2005).
2)      Silent Heat
Silent heat merupakan ovulasi yang tidak diikuti dengan timbulnya gejala estrus. Tatapi, biasanya estrus pertama post partum secara normal terjadi tanpa perilaku estrus, hal ini karena tidak ada reseptor estrogen akibat dari rendahnya progesteron post partum (progesteron dibutuhkan sebagai penginduksi reseptor estrogen, jika resepetor estrogen tidak ada maka estrus terjadi secara diam (Eilts, 2007).
3)      Delayed Ovulation
Jika ovulasi terjadi lebih dari 18 jam setelah akhir estrus. Diagnosa dengan palpasi dan dapat diterapi dengan GnRH. 
Daftar Pustaka :
Bearden, H Joe, John W Fuquay, & Scott T. Willard. 2004. Applied Animal Reproduction. Upper Saddle River : New Jersey

Eilts, 2007. Bovine Anestrus, http://www.vetmed.lsu.edu/eiltslotus/theriogenology-5361/bovine_anestrus.htm.
Coleman, TT. Cystic Ovarian Disease. http://www.wvu.edu/~exten/infores/pubs/livepoul/dirm25.pdf.
Kunta, 2007. INFERTILITAS KARENA FAKTOR GENETIK PADA SAPI. http://kunta-adnan.blogspot.com/2007/04/infertilitas-karena-faktor-genetik-pada.html.

No comments:

Post a Comment